Thursday, March 12, 2009

Kelompok Negara G20 Fokus Penyehatan Perbankan Dunia

JAKARTA - Kelompok negara-negara G-20 bakal lebih fokus membahas nasib perbankan dunia agar tetap bisa menyalurkan pembiayaan. Sebab, krisis keuangan dunia tak bisa diselesaikan hanya lewat suntikan dana talangan atau bail out. Tapi, solusi jangka pendek ini harus diikuti pembersihan aset secara tepat dari aset-aset tak berkualitas seperti toxic asset.

"Pertemuan di G20 nanti kita akan membahas bagaimana penyehatan dari bank-bank itu dilakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa, terutama tidak hanya keputusan bail out. Tapi sekarang adalah meng-clean up atau membersihkan neracanya secara cepat," kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati di kantornya kemarin (11/3). Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 akan digelar di London awal April mendatang. Sementara pertemuan tingkat Menkeu dilakukan akhir pekan ini. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20.

Menkeu melanjutkan, jika sudah dilakukan bail out tapi kondisi sistem keuangan masih belum normal, seluruh dunia akan mengalami hambatan untuk menormalisasi kegiatan ekonomi. "Karena banyak sekali proses intermediary function dari bank-bank tersebut enggak berjalan," lanjut Menkeu.

Pembahasan lebih rinci akan menyangkut perlakuan atas toxic asset. Itu adalah aset berupa surat berharga yang kebanyakan berbasis subprime mortgage atau efek beragun aset kredit perumahan berisiko tinggi. Menurut Menkeu, toxic asset itu menjadi semacam kanker yang harus segera dikeluarkan dari neraca. "Sehingga bank itu kemudian segera punya neraca sehat dan bisa melakukan lending activities (aktivitas kredit)," ujarnya.

Menkeu mengatakan, toxic asset ini penting untuk segera ditangani karena akan berdampak ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Jika neraca pembayaran turun, peralihan risiko dari berbagai perusahaan-perusahaan peminjam akan meningkat. "Ini karena bank tidak mampu untuk memperpanjang pinjamannya, karena dia sendiri sedang membutuhkan cash," ujarnya.

Peralihan risiko ini akan membuat banyak perusahaan yang sebelumnya pembayaran utangnya lancar, menjadi macet dan dipaksa membayar utangnya pada saat sekarang. "Ini akan kita tangani," katanya. (sof/bas)

No comments:

Post a Comment